Pelatihan Jurnalis untuk Mendukung Kesehatan Mata Inklusif di Kabupaten Madiun, Magetan, dan Ngawi

Pemaparan Materi Pelatihan Jurnalis di Hotel Setia Budi, Kota Madiun (24/12/2024)

Madiun – Dalam upaya mendukung program penguatan sistem layanan kesehatan mata yang efektif (I-SEE), Yayasan Para Mitra Indonesia menggelar pelatihan bagi para jurnalis pada Rabu, 18 Desember 2024. Pelatihan ini bertempat di Hotel Setia Budi, Madiun, dan bertujuan meningkatkan pemahaman jurnalis mengenai pentingnya kesehatan mata inklusi disabilitas.

Kegiatan ini merupakan bagian dari Program I-SEE, yang telah berjalan sejak April 2024 dengan tujuan memperkenalkan konsep perawatan mata inklusif bagi masyarakat termasuk pelibatan kawan-kawan disabilitas Program ini dilaksanakan oleh Yayasan Para Mitra Indonesia bekerja sama dengan Dinas Kesehatan setempat serta berbagai organisasi pemerintah daerah di Kabupaten Madiun, Magetan, dan Ngawi.

Direktur Yayasan Para Mitra Indonesia, Asiah Sugianti, menekankan pentingnya peran media dalam mendukung kesehatan mata inklusif. “Dengan adanya pelatihan ini, kami berharap para jurnalis dapat menjadi agen perubahan yang mendukung program-program kesehatan yang inklusif dan memberikan informasi yang bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat,” ujarnya.

Pelatihan ini diikuti oleh perwakilan jurnalis dari berbagai media massa di Kabupaten Madiun. Tujuannya adalah menghasilkan pemberitaan yang lebih inklusif dan edukatif, sekaligus mendukung perencanaan program kesehatan daerah. Menurut Asiah, menjaga kesehatan mata harus dilakukan dengan kepedulian dan keberpihakan kepada penyandang disabilitas netra. “Kami ingin meningkatkan partisipasi masyarakat, memperkuat sumber daya layanan, hingga memperbaiki kebijakan dan sistem data terkait layanan kesehatan mata. Semua ini membutuhkan dukungan berbagai pihak, termasuk jurnalis,” tambahnya.

Dalam pelatihan ini, dosen Sosiologi Universitas Brawijaya, Lutfi Amirudin, mengemukakan pentingnya pemilihan kata dan diksi yang tepat dalam pemberitaan. Menurutnya, wartawan memiliki peran besar dalam mengubah stigma masyarakat terhadap penyandang disabilitas. “Kata-kata seperti ‘cacat’, ‘abnormal’, ‘anak spesial’, atau ‘tuna rungu’ sering kali memperburuk stigma. wartawan perlu membiasakan pemakaian diksi yang menghormati hak penyandang disabilitas,” ujarnya.

Lutfi menambahkan bahwa hingga saat ini, jurnalis dan Dewan Pers belum intensif diajak berdialog untuk menciptakan pola pemberitaan yang berdampak positif bagi penyandang disabilitas. Oleh karena itu, pelatihan ini menjadi langkah awal yang penting untuk memulai perubahan tersebut.

Melalui kolaborasi antara media massa, pemerintah daerah, dan masyarakat, pelatihan ini diharapkan dapat memberikan dampak positif dalam menciptakan sistem perawatan mata yang inklusif dan efektif. Langkah konkret seperti ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat serta memperkuat kebijakan kesehatan daerah yang berpihak pada penyandang disabilitas.

“Kami percaya bahwa media memiliki kekuatan besar untuk mengedukasi masyarakat dan mendorong perubahan,” tutup Asiah Sugianti. Dengan dukungan semua pihak, upaya menciptakan layanan kesehatan mata yang inklusif dapat segera terwujud.

Pos dibuat 37

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pos Terkait

Mulai mengetik pencarian Anda diatas dan tekan enter untuk mencari. Tekan ESC untuk batal.

kembali ke Atas
id_IDIndonesian