Senin, 5 September 2024─ Kesehatan mata adalah salah satu aspek penting dalam pembangunan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, melalui program I-SEE, dilakukan Pelatihan Tenaga Kesehatan pada 44 orang General Practitioner (GP) dan Penanggung Jawab Indera puskesmas se-Kabupaten Magetan.
Pelatihan tenaga kesehatan bertujuan untuk memperkuat sistem kesehatan mata yang inklusif dan komprehensif, khususnya di wilayah Kabupaten Magetan. Kegiatan ini merupakan bagian dari program kesehatan mata yang didukung oleh CBM Global melalui Yayasan PARA MITRA Indonesia. Acara ini berlangsung pada 5-7 September 2024 di Hall Pusat Oleh-oleh & RM Putra Nirwana, Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan, Jawa Timur.
Pembukaan Acara
Acara dimulai dengan menyanyikan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, dilanjutkan dengan pembukaan oleh Bapak Suwantio, Kepala Bidang P2P Dinas Kesehatan Magetan. Dalam sambutannya, Bapak Suwantio menegaskan bahwa kegiatan ini adalah tindak lanjut dari kesepakatan yang telah dilakukan antara pemerintah kabupaten Magetan dan Yayasan PARA MITRA pada tanggal 13 Agustus 2024.
Bapak Suwantio juga menyoroti pentingnya kolaborasi dalam program ini. Beliau menyatakan, “Moment ini bisa kita manfaatkan karena ada pihak lain yang mendukung program kesehatan mata. Karena mata adalah jendela dunia, namun perkembangan teknologi yang pesat juga menimbulkan dampak negatif seperti radiasi. Tantangan kita sangat besar, terutama dengan meningkatnya kasus gangguan penglihatan pada anak-anak sekolah dasar.”
Beliau berharap agar pelatihan ini dapat memberikan hasil yang nyata, terutama dalam pengumpulan data terkait gangguan penglihatan yang dilaporkan melalui SIPPTIMEWA. “Semoga semua peserta dapat mengikuti hingga akhir dan mampu mengimplementasikan ilmunya di fasilitas kesehatan masing-masing,” tambahnya.
Sambutan dari Yayasan PARA MITRA Indonesia
Sambutan berikutnya disampaikan oleh Bapak Moch Marsudi, Project Manager I-SEE Yayasan PARA MITRA Indonesia. Marsudi menjelaskan bahwa program I-SEE yang didukung oleh CBM Global bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan mata di tingkat primer, termasuk Puskesmas.
“Program I-SEE hadir di Magetan karena dukungan pemerintah yang sangat kuat terhadap kesehatan mata. Program ini memiliki tujuan akhir yaitu meningkatkan penglihatan masyarakat Magetan, sehingga berdampak langsung pada produktivitas mereka,” ujar Marsudi.
Lebih lanjut, beliau menjelaskan pentingnya peran kader dan guru dalam mendukung kegiatan ini di Posyandu dan sekolah-sekolah. “Pelatihan kader dan guru sangat penting agar mereka dapat melakukan skrining dan rujukan berjenjang dengan optimal. Dengan begitu, kita bisa memberikan pelayanan kesehatan mata yang lebih baik dan menyeluruh,” jelasnya.
Materi 1: Kesehatan Mata Global
Erna Kusuma Sari, Koordinator Wilayah, menyampaikan paparan tentang situasi kesehatan mata di tingkat global. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), saat ini terdapat sekitar 2,2 miliar orang di dunia yang mengalami gangguan penglihatan, dengan hampir setengah dari kasus tersebut bisa dicegah atau diobati.
Beliau juga mengungkapkan bahwa di Indonesia, angka prevalensi kebutaan mencapai 1,47% untuk semua kelompok usia, sementara di Jawa Timur, angka prevalensinya mencapai 4,4%. “Di Kabupaten Magetan sendiri, pada tahun 2021, tercatat ada 193 kasus katarak yang terdeteksi di Puskesmas, dan 40 di antaranya dirujuk ke rumah sakit,” jelas Erna.
Selain itu, Erna menekankan bahwa kesehatan mata memiliki keterkaitan langsung dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). “Gangguan penglihatan seringkali menyebabkan kemiskinan dan ketidakmampuan untuk bekerja. Ini berkaitan langsung dengan SDG 1 yang menyoroti penghapusan kemiskinan,” paparnya.
Diskusi dengan Puskesmas dan Tantangan di Lapangan
Dalam diskusi yang melibatkan beberapa perwakilan Puskesmas, tantangan dalam penerapan pelayanan kesehatan mata di tingkat Puskesmas diungkapkan. Lilik, dari Puskesmas Gorang-Gareng, mengungkapkan bahwa skrining mata di Puskesmas masih terbatas. “Untuk kunjungan pasien, cukup banyak, tetapi skrining mata di klinik umum masih kurang. Di sekolah, skrining dilakukan bersamaan dengan UKS, tetapi di Posbindu PTM hanya dilakukan skrining untuk gula darah, asam urat, kolesterol, dan tekanan darah,” ungkap Lilik.
Sementara itu, dr. Erwin, salah satu narasumber, menekankan pentingnya pelatihan bagi kader kesehatan untuk meningkatkan kapasitas mereka dalam melakukan skrining gangguan penglihatan. “Kader menjadi ujung tombak dalam pelayanan kesehatan mata. Mereka yang berinteraksi langsung dengan masyarakat, sehingga mereka perlu dilatih agar bisa melakukan deteksi dini dan rujukan secara tepat,” kata dr. Erwin.
Materi 2: Gender dan Akses Kesehatan Mata
M. Khosimuddin Ulil Albab memberikan materi tentang perspektif gender dalam akses kesehatan mata. Beliau menjelaskan bahwa proyek I-SEE berupaya untuk memastikan kesetaraan akses layanan kesehatan mata bagi laki-laki dan perempuan. “Partisipasi perempuan dalam kegiatan kesehatan lebih tinggi karena mereka cenderung lebih antusias dan peduli terhadap kesehatannya. Sebaliknya, laki-laki sering kali enggan memeriksakan diri kecuali jika mengalami sakit yang serius,” jelasnya.
Materi 3: Gangguan Mata pada Pasien Diabetes
Materi terakhir hari pertama ini disampaikan oleh dr. Heronita Purnamasari, SP.M dari Klinik EDC Magetan, yang membahas tentang gangguan penglihatan pada pasien diabetes, terutama katarak, glaukoma, dan retinopati diabetik. Beliau menjelaskan bahwa pasien diabetes memiliki risiko lebih tinggi mengalami katarak dini. “Pasien diabetes memiliki risiko 2 hingga 5 kali lebih tinggi mengalami katarak dini dibandingkan pasien yang tidak diabetes,” ungkap dr. Heronita.
Beliau juga menyoroti bahwa retinopati diabetik merupakan salah satu penyebab utama kebutaan pada usia produktif. “Retinopati diabetik bersifat irreversibel, artinya kerusakan yang terjadi pada retina tidak dapat diperbaiki. Sekitar 40% pasien diabetes berisiko mengalami gangguan ini,” tambahnya.
Dalam penanganan pasien diabetes yang mengalami katarak, dr. Heronita menegaskan bahwa operasi katarak merupakan pilihan utama. “Operasi katarak tidak memerlukan bius total dan pasien tidak perlu rawat inap. Namun, penting untuk mengelola faktor risiko seperti gula darah dan tekanan darah sebelum operasi dilakukan,” jelasnya.