Senin, 19 Agustus 2024─ Yayasan PARA MITRA Indonesia bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi mengadakan pertemuan tentang penguatan sistem informasi PGP kesehatan di wilayah tersebut. Pertemuan yang berlangsung di Ruang Meeting 1, Dinas Kesehatan Ngawi ini dihadiri oleh berbagai pihak yang terkait dengan pengelolaan sistem informasi kesehatan, termasuk dari bagian koordinator Penyakit Tidak Menular/PTM (Ibu Paulina Kristianti), Layanan Kesehatan (Bapak M. Agus. W), dan Staf Program Data Dinkes (Bapak Sumarno).
Pembukaan dan Sambutan
Acara dimulai dengan sambutan dari Subkor PTM, Ibu Paulina, yang menyampaikan bahwa hari Senin adalah waktu yang penuh dengan berbagai kegiatan baik di dalam maupun di luar gedung Dinas Kesehatan. Terkait dengan sistem informasi, beliau menekankan pentingnya kolaborasi dan belajar bersama antar bagian IT, terutama dalam mengelola data yang berasal dari berbagai program kesehatan seperti SIPM dan SIPPTIMEWA. Namun, beliau juga menggarisbawahi adanya kendala dimana beberapa data dari program tersebut langsung diteruskan ke Kementerian Kesehatan tanpa melalui analisis di Dinas Kesehatan, sehingga diperlukan peningkatan koordinasi antar bagian.
Pemaparan Kebijakan dan Program Kerja
Pak Marsudi kemudian memaparkan tentang pentingnya penguatan sistem informasi yang tidak bisa dipisahkan dari kebijakan seperti UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan Permenkes No 82 Tahun 2020 yang mengatur tentang Gangguan Penglihatan dan Pendengaran. Beliau menjelaskan bahwa program kerja I-SEE mendukung upaya Kementerian Kesehatan di tingkat kabupaten, terutama dalam hal promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Dalam paparannya, Pak Marsudi juga menyoroti perkembangan penyakit mata di Kabupaten Ngawi, yang kini tidak hanya berfokus pada katarak, tetapi juga mencakup retinopati diabetik dan low vision. Kebijakan terkait, seperti KMK No. 2015 Tahun 2023, memberikan panduan teknis untuk integrasi pelayanan kesehatan primer yang mencakup data kunjungan layanan ke Puskesmas dan Pustu, serta beban morbiditas penyakit. Indikator capaian yang ditetapkan meliputi peningkatan jumlah kader terlatih, kunjungan masyarakat untuk pemeriksaan mata, dan jumlah operasi katarak, di antara lainnya.
Pak Marsudi kemudian memaparkan materi terkait penguatan sistem informasi, dengan menekankan pentingnya merujuk pada kebijakan seperti UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan Permenkes Tahun 2023 yang mengatur indikasi layanan primer. Beliau juga menjelaskan bahwa program kerja I-SEE mendukung program Kementerian Kesehatan di tingkat kabupaten, mulai dari aspek promotif, preventif, kuratif, hingga rehabilitatif.
Diskusi kemudian berkembang dengan pertanyaan dari Ibu Paulin tentang jenis data yang diperlukan oleh CBM, dan apakah sistem pencatatan dari Rumah Sakit ke Dinas Kesehatan sudah tersentral. Terungkap bahwa sistem rujukan menggunakan P-CARE, namun Dinas Kesehatan tidak memiliki akses langsung ke data ini. Pak Marno menambahkan bahwa profil kesehatan yang dimiliki Dinas Kesehatan belum mencakup semua data yang dibutuhkan, sehingga diperlukan integrasi lebih lanjut.
Diskusi dan Tantangan Implementasi
Diskusi dalam pertemuan ini mengangkat berbagai tantangan dalam pengelolaan data kesehatan. Ibu Paulin menanyakan jenis data yang diperlukan oleh CBM dan menyoroti kendala dalam pengumpulan data operasi katarak yang saat ini tidak tersedia di Dinas Kesehatan, karena data tersebut langsung dilaporkan oleh Rumah Sakit.
Pak Marsudi menambahkan bahwa sistem pencatatan yang terintegrasi dari Rumah Sakit ke Dinas Kesehatan masih belum optimal, dengan sistem rujukan yang menggunakan PCARE namun aksesnya terbatas bagi Dinas Kesehatan.
Pak Marno turut menanyakan rencana pembuatan aplikasi yang lebih terintegrasi untuk memudahkan pengumpulan data. Saat ini, data dari berbagai sumber seperti SIMPUS dan ASIK masih memerlukan pengembangan lebih lanjut agar bisa diintegrasikan dengan konsep Satu Sehat yang mengusung prinsip satu data kesehatan.
Beberapa kendala teknis, seperti kesulitan dalam mengentri data karena sinyal yang tidak stabil dan sinkronisasi data NIK dengan aplikasi, juga menjadi perhatian dalam diskusi ini. Selain itu, data disabilitas juga menjadi topik penting untuk advokasi dan peningkatan akses layanan kesehatan.
Langkah-Langkah ke Depan
Dalam sesi diskusi, berbagai isu teknis seperti kendala pengisian data dalam aplikasi, integrasi data dengan SIMPUS dan ASIK, serta validasi data di tingkat Puskesmas juga dibahas. Salah satu tantangan yang dihadapi adalah bagaimana memastikan bahwa semua data yang diperlukan tercatat dengan benar dan dapat diakses oleh pihak-pihak yang membutuhkan, termasuk data disabilitas yang penting untuk advokasi.
Pertemuan ini menghasilkan beberapa kesepakatan, di antaranya adalah pentingnya mengadakan pertemuan sistem informasi PGP dengan Puskesmas untuk validasi data, serta menyusun form pelaporan yang konsisten. Selain itu, diperlukan kebijakan dari Kepala Dinas Kesehatan untuk mewajibkan Rumah Sakit melaporkan data secara rutin ke Dinas Kesehatan.
Dengan pertemuan ini, diharapkan bahwa sistem informasi kesehatan di Kabupaten Ngawi dapat diperkuat, dan program-program yang ada dapat berjalan dengan lebih efektif dan efisien.
Kesimpulan dan Rencana Tindak Lanjut
Pertemuan ini menghasilkan beberapa kesepakatan penting, termasuk perlunya validasi data di Puskesmas secara kontinu dari yang sebelumnya telah dilakukan Dinkes dua kali dalam setahun dan penyusunan form pelaporan yang konsisten. Dinas Kesehatan diharapkan dapat lebih proaktif dalam memfasilitasi pengumpulan data dari Rumah Sakit dan memastikan laporan rutin diterima secara tepat waktu.
Dengan langkah-langkah ini, diharapkan kualitas sistem informasi PGP kesehatan di Kabupaten Ngawi dapat semakin baik, mendukung program-program kesehatan yang lebih efektif dan efisien, serta memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat.